Kamis, 24 Maret 2011

ASKEP FRAKTUR

I. PENGERTIAN

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).


II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).

IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
• Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
• Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
• Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
• Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
• Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
• Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
• Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
• Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).

V. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
>/’
i (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
 Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).

MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

MAKALAH KOMUNIKASI

Dosen Pembimbing :
Enny Puspita,S.ST
Oleh :
Ika Hidayati
Nur Hidayati
Windy Puspita Sakty
Eko Febrianto
Luthfi Prayetno
Pit Sumardi
Doni Sanjaya


PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG

i

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT, atas limpahan karunia, rahmat & hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah tentang “HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI” dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Komunikasi, serta kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan pada semua pihak.


Jombang, 21 desember 2010


Penulis



ii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
• LATAR BELAKANG .1
• TUJUAN .1

BAB II PEMBAHASAN
• HAMBATAN FISIK……………………………………………..………….2
• HAMBATAN PSIKOLOGIS….…………………….…………………..…3
• HAMBATAN SEMANTIK…………………………..………………….….3
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………..7
B. SARAN………………………………………………………………….....7

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..8




iii
BAB I
PENDAHULUAN
• LATAR BELAKANG
Komunikasi adalah instrumen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk melakukan kontak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari baik disadari maupun tidak. Di dunia kesehatan, terutama pada saat menghadapi klien, seorang perawat juga harus mengadakan suatu komunikasi agar informasi yang ada dapat tersampaikan dengan baik. Terutama informasi yang berkenaan dengan kebutuhan klien akan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Oleh karena itu, komunikasi adalah faktor yang paling penting , yang digunakan untuk menetapkan hubungan antara perawat dengan klien.
Namun, seringkali informasi yang seharusnya sampai kepada orang yang membutuhkan, ternyata terputus di tengah jalan akibat tidak efektifnya suatu komunikasi yang dilakukan. Pada komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien, hal tersebut dapat mungkin terjadi karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal –hal tersebut tidak hanya berasal dari klien saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh pola komunikasi yang salah yang dilakukan oleh perawat. Komunikasi yang tidak efektif juga dapat disebabkan kegagalan pada proses komunikasi itu sendiri. Kegagalan itu dapat terjadi pada saat pengiriman pesan, penerimaan pesan, serta pada kejelasan pesan itu sendiri (Edelman, 2002).
• TUJUAN
Dari latar belakang seperti itu penulis berinisiatif untuk menjelaskan Hambatan dalam komunikasi agar semua kalangan dapat mengetahui apa saja Hambatan dalam komunikasi itu, dengan kita mengetahui kita akan berusaha untuk mencegahnya serta kita dapat mengetahui bagaimana mengatasi hal tersebut.


1
BAB II
PEMBAHASAN

Secara umum, hambatan komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien dapat dibagi menjadi tiga jenis utama, yakni hambatan fisik, hambatan psikologi, dan hambatan semantik/ bahasa.
A.Hambatan Fisik
Hambatan jenis ini biasanya disebabkan karena keterbatasan fisik atau berkurangnya kerja sistem tubuh sehingga berpengaruh terhadap proses komunikasi yang dilakukan antara perawat dengan klien.Terdapat beberapa hambatanfisik, antara lain:
1.Keterbatasan Fungsi Alat Indera
Kemampuan mendengar, melihat, merasakan, dan membaui adalah elemen yang penting dalam berkomunikasi bagi seorang manusia. Gangguan pada indera-indera yang memiliki fungsi tersebut tentunya dapat menghambat proses komunikasi. Misalnya pada klien yang mengalami ketidakmampuan mendengar, klien tersebut tidak akan menerima pesan suara secara baik dan akurat. Begitu juga dengan klien yang mengalami keterbatasan dalam penglihatannya, mereka akan sulit untuk mengadakan komunikasi secara visual.
2.Kemampuan kognitif
Hambatan yang lain adalah berkurangnya kemampuan kognitif yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor genetis, dampak suatu penyakit, dan lain sebagainya. Kurangnya kemampuan dalam hal kognitif dapat berpengaruh terhadap kemampuan untuk berbicara seperti terbatasnya penggunaan dan pemakaian kosakata, atau bahkan orang tersebut tidak dapat memahami suatu pembicaraan.


2

3.Keterbatasan Struktur Tubuh
Adanya kelainan pada daerah oral, rongga nasal, dan sistem respirasi dapat mengubah kemampuan seseorang dalam kejelasan berbicara dan kecepatan merespon secara spontan. Misalnya pada klien yang mengalami dispnea yang berat, hal tersebut tentunya akan mengubah pada pola berbicara.
4.Kelumpuhan
Hambatan jenis ini adalah hanbatan yang paling besar yang dapat berakibat pada berkurangnya kemampuan klien dalam melakukan proses berkomunikasi. Perawat harus dapat menentukan cara komunikasi yang efektif sesuai dengan kemampuan yang dimiliki klien.
B.Hambatan Psikologis
Perawat juga harus mempertimbangkan apakah klien menderita penyakit psikologis atau depresi karena kedua hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Perawat harus dapat menentukan apakah klien mengalami gangguan psikologis sehingga dapat menghambat berjalannya proses komunikasi antara perawat dengan klien.
C.Hambatan Semantik
Hambatan dalam hal bahasa seringkali dapat ditemukan dalam proses komunikasi. Hambatan ini dapat disebabkan karena perbedaan bahasa yang digunakan antara klien dengan perawat. Hal ini dapat ditemukan pada daerah-daerah terpencil dimana perawatnya berasal dari kota besar atau daerah yang lain.
Pada komunikasi terapeutik, juga dapat ditemukan beberapa hambatan yang dapat mengganggu berlangsungnya proses komunikasi yang afektif dan akurat. Terdapat tiga jenis hambatan utama dalam komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien yakni resisten, transferens, dan kontratransferens. Sedangkan C.L Edelman menambahkan tiga faktor yang lain yakni kegelisahan, sikap, dan kesenjangan hubungan antara perawat dengan klien.


3

1.Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab kegelisahan yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan yang maladaptif. Transferens dapat meliputi semua perasaan yang dirasakan klien yang dapat diklasifikasikan sebagai perasaan positif (cinta, sayang, atau hormat) dan perasaan negatif (marah, ketidaksukaan, atau frutrasi).Terdapat dua tipe transferens yang biasanya menjadi masalah dalam hubungan terapeutik antara klien dengan perawat. Pertama adalah tipe permusuhan, baik internal maupun eksternal.Secara internal,klien akan mengalami rasa marah dan ketidaksukaan yang sangat berlebihan. Ini dapat merupakan ekspressi dari rasa depresi atau kecewa yang dirasakan klien namun klien hanya menunjukkan hal tersebut dalam batas perubahan sikap yang ia lakukan. Sedangkan jika eksternal, maka klien akan melakukan kritik penentangan, dan lain sebagainya yang ia sampaikan secara langsung pada perawat. Tipe yang kedua adalah reaksi ketergantungan. Jenis ini memiliki karakteristik dimana klien akan menjadi pribadi yang patuh layaknya seorang bawahan, berusaha meniru seperti perawat, dan lain sebagainya.



4

3.Kontertranferens
Kontertransferens yaitu hambatan dalam komunikasi terapeutik yang dibuat oleh perawat dan bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
4.Kegelisahan
Hambatan ini dapat dirasakan oleh perawat atau klien. Kegelisahan atau ketegangan ini akan semakin meninggi selama proses komunikasi dan dapat mengakibatkan tejadinya ganggguan dalam proses komunikasi itu sendiri. Banyak hal yangdapat menyebabkan terjadinya kegelisahan seperti suasana yang tidak akrab, sikap yang terlalu kaku, dan lain sebagainya.
5.Sikap
Sikap yang bias dan stereotip dapat membatasi perawat dan klien untuk membentuk hubungan yang baik. Biasanya salah satu diantara kedua belah pihak menunjukkan sikap yang buruk sehingga membuat pihak lain tidak merasa nyaman jika berkomunikasi dengan orang tersebut.
6.Kesenjangan Antara Perawat dan Klien
Kesenjangan yang dimaksud di sini adalah berbagai perbedaan yang ada antara diri perawat dengan klien yang dapat mengganggu berjalannya proses komunikasi. Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan usia, jenis kelamin, agama, suku, kewarganegaraan, latar belakang sosial-ekonomi, bahasa, dan lain sebagainya.Perbedaan tersebut tentunya dapat menyebebkan adanya perbedaan persepsi, cara pandang, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu semua.
Kaitan dengan Pemicu
Pada pemicu 1, perawat A, laki-laki,umur 24 tahun, suku jawa, mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan salah satu kliennya, yakni Ny. S yang baru melakukan mastektomi. Ny. S sering diam jika bertemu dengan perawat A, bahkan memalingkan mukanya sebagai tanda penolakan terhadap kedatangan perawat A. Jika dilihat,

5
perawat A dan Ny. S mendapatkan berbagai hambatan sehingga proses komunikasi yang dilakukan tidak berjalan dengan semestinya.Hubungan antara perawat A dan Ny. S yang tidak baik dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti kesenjangan antara perawat dengan klien, sikap, serta adanya resisten dan transferens pada diri klie.
Pada kasus Ny. S ini, beliau baru saja melakukan mastektomi karena sebuah alasan medis. Pasca operasi, Ny. S belum terbiasa dengan keadaan yang ada pada dirinya, apalagi beliau adalah seorang wanita. Kemungkinan untuk terjadinya depresi atau sejenisnya dapat terjadi. Selain itu, perbedaan jenis kelamin antara klien dan perawat ternyata dapat menimbulkan hambatan tersendiri. Ny. S mungkin malu jika dirawat oleh perawat A, ditambah lagi masalah kesehatan yang dialamainya adalah hal yang cukup krusial bagi seorang wanita.Kecanggungan, rasa malu, rasa tertekan dan masih belum percaya dengan keadaan yang terjadi membuat Ny. S akhirnya resisten dan cenderung transferens terhadap perawat A. Hal ini ditunjukkan dengan sikap penolakannya terhadap kehadiran perawat A. Ny. S juga menunjukkan sikap ketidaksukaannya pada perawat A dengan diam dan memalingkan muka jika bertemu dengan perawat tersebut. Hal itu mungkin terjadi sebagai bentuk ekspresi dari rasa ketidaksukaannya, rasa malu, dan tertekan.








6
BAB II
PENUTUP
• KESIMPULAN
Secara umum, hambatan komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien dapat dibagi menjadi tiga jenis utama, yakni hambatan fisik, hambatan psikologi, dan hambatan semantik/ bahasa.
B.SARAN
Di dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, baik dari segi bahasa, kata-kata, maupun penjelasan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi perbaikan dimasa mendatang.










7

DAFTAR PUSTAKA
Dorlan. (1995). Dorland’s Pocket Medical Dictionary. Twenty Fifth Edition. Philadelphia : W.B Saunders Company
Edelman, C.L. and Carol, L.M. (2002). Health Promotion. Sixth Edition. St. Louis : Mosby
Keliat, B. A. (2002). Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta : Penerbit EGC.
Kozier, B. Erb, G Berman A.J . (1995). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice.Fifth Edition. California: Addison-Wesley Publishing Company.
Potter, P.A. and Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : concepts, process, and practice. Sixth Edition.St.Louis:Mosby.
Stuart, G.W. and Sundeen, S.J. (2005). Principles and Practice of pshychiatric nursing. Fifth Edition.St Louis: Mosby
http://aurajogja.files.wordpress.com/2006/09/pengantar-ilmu-komunikasi-a5.PDF
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/komunikasi-antar-budaya-definisi-dan.html

http://niasonline.net/2008/02/15/hambatan-komunikasi-antarbudaya-sekat-integrasi/
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/504b926582b89da04ffd9ce7d3878246fca3662c.pdf







8

Selasa, 25 Mei 2010

TREMATODA USUS

MAKALAH PARASITOLOGI
INTESTINAL FLUKE






















Dosen pembimbing :
Wahyu purwaningsih
Oleh :
M jamaluddin
Ainul Magriroh
Windy p
Putri aprilya
Mella DM
Irfan ma’ruf
Hamid


PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG 2009/2010
I



KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT, atas limpahan karunia, rahmat & hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah tentang “INTESTINAL FLUKE FASIOLOPSIS BUSKI” dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu wahyu selaku dosen pembimbing mata kuliah parasitologi,Serta kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada semua pihak.




Jombang,24,mei,2010

Penulis











DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah……………………………………………………………….2
B. Hospes dan nama penyakit…………………………………………..2
C. Distribusi geografik………………………………………………….2
D. Morfologi dan daur hidup…………………………………………...2
E. Patologi dan Gejala Klinis…………………………………………...3
F. Diagnosis………………………………………….............................4
G. Pengobatan…………………………………………..........................4
H. Prognosis………………………………………….............................4
I. Epidemiologi……………………..……………….............................4

BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan 5
B.Saran………… 5

DAFTAR PUSTAKA………………………………………….................................5



BAB I
PENDAHULUAN
A Latar belakang

Pada makalah ini penulis akan membahas tentang trematoda usus (fasiliopsis buski) dimana perlu di ketahui bahwa Trematoda usus yang berperan dalam kedokteran adalah dari keluarga fasciolidae,echinostomatidae dan heterophyidae. dalam daur hidup trematoda usus tersebut,seperti pada trematoda lain,diperlukan keong sebagai hospes perantara I,tempat mirasidium tumbuh menjadi sporokista ,berlanjut menjadi redia dan serkaria.serkaria yang di bentuk dari redia ,kemudian melepaskan diri untuk keluar dari tubuh keong dan berenang bebas dalam air.tujuan akhir serkario tersebut adalah hospes perantara II,yang dapat berupa keong jenis yang lebih besar,bebrapa jenis ikan air tawar atau tumbuh-tumbuhan air.
Manusia mendapatkan penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara II yang tidak di masak sampai matang.

B tujuan

Dalam pembuatan makalah ini kami bertujuan agar makalah ini dapat di gunakan sebagai penunjang proses belajar mengajar khususnya untuk mahasiswa jurusan keperawatan selain itu makalah ini di buat sebagai wujud tugas dari mata kuliah parasitologi,harapan penulis semoga makalah ini dapat di gunakan sebagaimana mestinya.








BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH

Cacing trematoda fasciolopsis buski adalah suatu trematoda yang di dapatkan pada manusia atu hewan.trematoda tersebut mempunyai ukuran terbesar di antara treramatoda lain yang di temukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali di temukan oleh busk (1843) pada otoupsi seorang pelaut yang meninggal di London

B. HOSPES DAN NAMA PENYAKIT

Kecuali manusia dan babi yang dapat menjadi hospes definitif cacing tersebut,hewan lain seperti anjing dan kelinci juga dapat di hinggapi.penyakit yang di sebabkan cacing ini di sebut ;fasiolopsiasis

C. DISTRIBUSI GEOGRAFIS

Fasciolopsis buski adalah cacing trematoda yang sering di temukan pada manusia dan babi di RRC. cacing ini juga dilaporkan dari berbagai Negara seperti Taiwan,Vietnam,Thailand,India,dan Indonesia.

D. MORFOLOGI DAUR HIDUP

Cacing dewasa yang di temukanpada manusia mempunyai ukuran panjang 2-7,5cm dan lebar 0,8-2,0cm.bentuknya agak lonjong dan tebal.biasanya kutikulum di tutupi duri-duri kecil yang letaknya melintang.duri-duri tersebut sering rusak karena cairan usus.batil isap berukuran kira-kira ¼ ukuran batil isap perut.saluran pencernaan terdiri dari prefaring yang pendek,faring yang menggelembung,eshofagusyang pendek,serta sepasang sekum yang tidak bercabang,dengan dua identasi yang khas.dua buah testis yang bercabang cabang letaknya agak tandem di bagian posterior dari cacing.pitelaria letaknya lebih lateral dari sekum,meliputi badan cacing setinggi batil isap perut sampai keujung badan ovarium bentuknya agak bulat.uterus berpangkal pada ootip,berkelok-kelok kearah anterior badan cacing,ukurang bermuara pada atrium genital,pada sisi anterior batil isap perut.
Telur berbentuk agak lonjong berdingding tipis transparan,dengan sebuah operculum yang nyaris terlihat pada sebuah kutubnya,berukurang panjang 130-140mikron dan lebar80-85mikron.setiap ekor cacing dapat mengeluarkan 5000-48000betir telur sehari.telur-telur tersebut dalam air bersuhu 70derajat sampai 32derajat C,menetas setelah 3-7 minggu.mirasidium yang bersilia keluar dari telur yang menetas,berenang bebas dalam air untuk masuk ke dalam tubuh hospes perantara I yang sesuai.biasanya hospes perantara I tersebut adalah keong air tawar,seperti genus segmentina,hippeutus,dan gyraulus,dalam keong, mirasidum tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke daerah jantung dan hati keong.bila sporokista matang menjadi koyak dan melepaskan banyak radia induk.dalam radia di bentuk banyak radia anak,yang pada giliranya membentuk serkaria,sarkaria ini seperti miresidum yang dapat berenang bebas dalm air,berbentuk seperti kecebong ,ekornya melurus dan meruncing pada ujungnya,berukurang kira-kira 500mikron dengan badan agak bulatdengan berukuran 195mikron x 145mikron.

E.PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Cacing dewasa fasciolopsis buski,melekat denan perantara batil isap perut pada mukosa usus muda seperti duodenum dan yeyenum,cacing ini memakan isi usus,maupun permukaan mukosa usus,pada tempat pelekatan cacing tersebut terdapat peradangan ,tukak(ulkus),maupun abses,apabila terjadi erosi kapiler pada tempat tersebut ,maka timbul pendarahan,cacing dalam jumlah besar dapat menyebabkan sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut.
Gejala klinis yang dini pada akhir masa inkubasi ,adalah diare dan nyeri,uluhati (epigastrium) diare yang mulanya di selingi konstipasi,kemudian menjadi persisten,warna tinja menjadi hijau kuning,berbau busuk dan berisi makanan yang tidak di cerna,pada beberapa pasien nafsu makan cukup baik atau berlebihan walaupun ada yang mengalami gejala mual,muntah,atau tidak memiliki selera (semua ini tergantung dari berat ringanya penyakit)



F.DIAGNOSIS

Sering gejala klinis seperti di atas di dapatkan di suatu daerah pada ademi,cukup untuk menunjukan adanya penderita fasiolopsiasis namun diagnosa pasti dengan menemukan telur dalam tinja.

G. PENGOBATAN

Obat yang efektif untuk penyakit ini adalah diklorofen ,niklosamid,dan prazikuantel.

H.PROGNOSIS

Penyakit ini yang berat dalam menyebabkan kematian,akan tetapi bila di lakukan pengobatan sedini mungkin masih dapat memberi harapan untuk sembuh,masalah yang penting adalah reinfeksi yang sering terjadi pada penderita.

I. EPIDEMIOLOGI

Infeksi pada manusia tergantung pada kebiasaan makan tumbuh-tumbuhan air yang mentah dan tidak di masak sampai matang.membudidayakan tumbuh-tumbuhan air di daerah yang tercemar dengan kotoran manusia maupun babi,dapat menyebarluaskan penyakit tersebut,kebiasaan mengenai defekasi,pembuangan kotoran ternak dan cara membudidayakan tumbuh-tumbuhan air untuk konsumsi harus di ubah atau di perbaiki,untuk mencegah meluasnya penyakit fasiolopsiasis.







BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan

Cacing trematoda fasciolopsis buski adalah suatu trematoda yang di dapatkan pada manusia atau hewan.trematoda tersebut mempunyai ukuran terbesar Cacing trematoda fasciolopsis buski pertama kali di temukan oleh busk (1843),cacing ini bias sangat berbahaya bila si penderita tidak segera mengobati di karenakan penderita penyakit ini dapat mengalami kematian,akan tetapi bila segera di obati ingsyaallah akan sembuh juga.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis meminta agar pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan di masa mendatang, amien yaa robbal alamien.


DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada srisasi.parasitologi kedokteran.edisi ke tiga.fakultas kedokteran universitas Indonesia.jakarta

Minggu, 16 Mei 2010

SOSPOL

MAKALAH
Masalah Kesehatan Campak
Pembimbing Akademik:
Endah W,S.sos














Oleh:
Faridah hanum
Abdul kholik
Windy Puspita S
M. Irfan ma’ruf

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEMESTER 1
STIKES BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG

PEMBAHASAN

A. DEFINISI CAMPAK
Campak (Rubeola, Campak 9 hari) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.
Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD.
Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.

B.PENYEBAB

Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak.
Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
- bayi berumur lebih dari 1 tahun
- bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
- remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus penyebab campak ini biasanya hidup pada daerah tenggorokan dan saluran pernapasan. Campak adalah penyakit yang sangat menular. Virus campak dapat hidup dan berkembang biak pada selaput lendir tenggorok, hidung dan saluran pernapasan. Anak yang terinfeksi oleh virus campak dapat menularkan virus ini kepada lingkungannya, terutama orang-orang yang tinggal serumah dengan anak. Pada saat anak yang terinfeksi bersin atau batuk, virus juga dibatukkan dan terbawa oleh udara. Anak dan orang lain yang belum mendapatkan imunisasi campak, akan mudah sekali terinfeksi jika menghirup udara pernapasan yang mengandung virus. Penularan virus juga dapat terjadi jika anak memegang atau memasukkan tangannya yang terkontaminasi dengan virus ke dalam hidung atau mulut. Biasanya virus dapat ditularkan 4 hari sebelum ruam timbul sampai 4 hari setelah ruam pertama kali timbul.

C. GEJALA
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:
- nyeri tenggorokan
- hidung meler
- batuk
- nyeri otot
- demam
- mata merah
- fotofobia (rentan terhadap cahaya, silau).
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.





Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40? Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Campak memiliki 3 tahap penyakit. Tahap pertama disebut masa inkubasi, biasanya berkisar antara 10-12 hari. Masa inkubasi adalah masa mulai masuknya virus campak ke dalam tubuh sampai timbul gejala-gejala awal.

Gejala-gejala awal yang biasanya timbul adalah:
- demam
- batuk-pilek
- mata merah dan berair
- fotofobia (biasanya anak akan sangat teriritasi dengan cahaya atau sinar)
Gejala-gejala ini biasanya berlangsung antara 3-5 hari, dan disebut sebagai masa prodromal. Pada masa prodromal, gejala khas yang terjadi adalah ditemukannya bercak Koplik pada rongga mulut. Oleh karena itu, jika anak dibawa ke dokter pada masa ini, dokter akan memeriksa secara seksama rongga mulut anak untuk mencari ada atau tidaknya bercak Koplik, sehingga dapat memastikan bahwa anak terkena campak. Hanya saja bercak ini timbul dan hilang dengan cepat, oleh karena itu jarang bercak dapat ditemukan.
Jika ruam mulai timbul, hal ini menandai akhir dari perjalanan penyakit campak. Ruam biasanya dimulai pada daerah batas rambut dan belakang telinga. Mulainya ruam biasanya akan disertai dengan demam yang semakin tinggi (dapat mencapai 40oC atau lebih). Ruam akan menyebar dengan cepat ke muka, leher, dada, punggung, perut, tungkai atas dan tungkai bawah, sampai telapak tangan dan kaki, dalam waktu 2-3 hari. Jika campak tidak disertai dengan komplikasi, maka demam akan segera turun saat ruam telah mencapai telapak kaki, dan anak mulai kembali aktif. Pada saat ini ruam berangsur-angsur memudar dengan urutan yang sesuai dengan munculnya ruam pertama kali. Bagian kulit yang terdapat ruam biasanya menjadi kering dan warnanya menjadi lebih gelap dan kecoklatan, dan akhirnya menjadi normal kembali dalam waktu 7-10 hari.

D. KOMPLIKASI
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.
Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
1. Infeksi bakteri
- Pneumonia
- Infeksi telinga tengah
2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga pendeita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas.

Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan:
- pemeriksaan darah
- pembiakan virus
- serologi campak. Beberapa komplikasi dapat terjadi pada anak saat menderita
campak, sebagian besar komplikasi ini terjadi karena daya tahan tubuh anak menurun akibat infeksi virus campak. Infeksi oleh bakteri lebih mudah terjadi jika daya tahan tubuh menurun. Biasanya komplikasi sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk
Komplikasi yang sering terjadi:
- Radang telinga tengah
- Radang paru-paru
- Radang otak
Jika penyakit campak disertai oleh komplikasi, biasanya demam tetap tinggi walaupun ruam telah mencapai telapak kaki. Batuk menjadi lebih berat. Anak yang mengalami radang otak sebagai komplikasi akan cenderung tidur terus, dan kejang dapat terjadi.


E.PENGOBATAN

Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Tidak ada obat spesifik untuk mengobati penyakit campak. Obat-obat yang digunakan biasanya berguna untuk membantu mengurangi gejala-gejala yang timbul, misalnya seperti pemberian obat penurun panas (parasetamol, ibuprofen) untuk menurunkan demam. Vitamin A dengan dosis tertentu seusai usia anak akan diberikan, untuk meringankan perjalanan penyakit campak. Radang telinga tengah, radang paru-paru yang terjadi sebagai komplikasi harus diobati dengan antibiotik. Jika anak menderita radang otak sebagai komplikasi dari campak, maka anak harus dirawat dan ditangani secara intensif di rumah sakit.

F.PENCEGAHAN

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan.
Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Cara yang paling efektif untuk mencegah anak dari penyakit campak adalah dengan memberikan imunisasi campak. Jika setelah mendapat imunisasi, anak terserang campak, maka perjalanan penyakit akan jauh lebih ringan.
Imunisasi campak ini dapat diberikan sebagai imunisasi tunggal campak, atau dengan memberikan imunisasi MMR. Selalu menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan anak sebelum makan. Jika anak belum waktunya menerima imunisasi campak, atau karena hal tertentu dokter menunda pemberian imunisasi campak (MMR), sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang sedang demam.

Komplikasi yang dapat timbul saat anak menderita campak
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada anak saat menderita campak, sebagian besar komplikasi ini terjadi karena daya tahan tubuh anak menurun akibat infeksi virus campak. Infeksi oleh bakteri lebih mudah terjadi jika daya tahan tubuh menurun. Biasanya komplikasi sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk
Komplikasi yang sering terjadi:
- Radang telinga tengah
- Radang paru-paru
- Radang otak
Jika penyakit campak disertai oleh komplikasi, biasanya demam tetap tinggi walaupun ruam telah mencapai telapak kaki. Batuk menjadi lebih berat. Anak yang mengalami radang otak sebagai komplikasi akan cenderung tidur terus, dan kejang dapat terjadi.

KIMIA

MAKALAH
ATOM ION MOLEKUL
Pembimbing Akademik:
B. Dewi Muasyaroh













Oleh:
Ainul Maqfiroh
Ika Hidayati
Windy Puspita S
Ahmad Fahri
Suhan Sandoko



PRODI S1 KEPERAWATAN
SEMESTER 1
STIKES BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG


KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT, atas limpahan karunia, rahmat & hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah tentang “Atom Ion dan Molekul “dengan baik dan lancar.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dewi Muaysaroh selaku dosen pembimbing Kimia. Serta kepada teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada semua pihak.




Jombang, 10 Nopember 2009


Penulis







Konsep dasar
Tatanama



Tatanama IUPAC
Tatanama kimia merujuk pada sistem penamaan senyawa kimia. Telah dibuat sistem penamaan spesies kimia yang terdefinisi dengan baik. Senyawa organik diberi nama menurut sistem tatanama organik. Senyawa anorganik dinamai menurut sistem tatanama anorganik.

Atom
Atom adalah suatu kumpulan materi yang terdiri atas inti yang bermuatan positif, yang biasanya mengandung proton dan neutron, dan beberapa elektron di sekitarnya yang mengimbangi muatan positif inti. Atom juga merupakan satuan terkecil yang dapat diuraikan dari suatu unsur dan masih mempertahankan sifatnya, terbentuk dari inti yang rapat dan bermuatan positif dikelilingi oleh suatu sistem elektron.
Unsur


Unsur kimia
Unsur adalah sekelompok atom yang memiliki jumlah proton yang sama pada intinya. Jumlah ini disebut sebagai nomor atom unsur. Sebagai contoh, semua atom yang memiliki 6 proton pada intinya adalah atom dari unsur kimia karbon, dan semua atom yang memiliki 92 proton pada intinya adalah atom unsur uranium.
Tampilan unsur-unsur yang paling pas adalah dalam tabel periodik, yang mengelompokkan unsur-unsur berdasarkan kemiripan sifat kimianya. Daftar unsur berdasarkan nama, lambang, dan nomor atom juga tersedia.

Ion
Ion atau spesies bermuatan, atau suatu atom atau molekul yang kehilangan atau mendapatkan satu atau lebih elektron. Kation bermuatan positif (misalnya kation natrium Na+) dan anion bermuatan negatif (misalnya klorida Cl−) dapat membentuk garam netral (misalnya natrium klorida, NaCl). Contoh ion poliatom yang tidak terpecah sewaktu reaksi asam-basa adalah hidroksida (OH−) dan fosfat (PO43−).

Senyawa kimia
Senyawa merupakan suatu zat yang dibentuk oleh dua atau lebih unsur dengan perbandingan tetap yang menentukan susunannya. sebagai contoh, air merupakan senyawa yang mengandung hidrogen dan oksigen dengan perbandingan dua terhadap satu. Senyawa dibentuk dan diuraikan oleh reaksi kimia.

Molekul
Molekul adalah bagian terkecil dan tidak terpecah dari suatu senyawa kimia murni yang masih mempertahankan sifat kimia dan fisik yang unik. Suatu molekul terdiri dari dua atau lebih atom yang terikat satu sama lain.

Zat kimia
Suatu 'zat kimia' dapat berupa suatu unsur, senyawa, atau campuran senyawa-senyawa, unsur-unsur, atau senyawa dan unsur. Sebagian besar materi yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu bentuk campuran, misalnya air, aloy, biomassa, dll.


Orbital atom dan orbital molekul elektron
Ikatan kimia
Ikatan kimia merupakan gaya yang menahan berkumpulnya atom-atom dalam molekul atau kristal. Pada banyak senyawa sederhana, teori ikatan valensi dan konsep bilangan oksidasi dapat digunakan untuk menduga struktur molekular dan susunannya. Serupa dengan ini, teori-teori dari fisika klasik dapat digunakan untuk menduga banyak dari struktur ionik. Pada senyawa yang lebih kompleks/rumit, seperti kompleks logam, teori ikatan valensi tidak dapat digunakan karena membutuhken pemahaman yang lebih dalam dengan basis mekanika kuantum.

Fase zat
Fase adalah kumpulan keadaan sebuah sistem fisik makroskopis yang relatif serbasama baik itu komposisi kimianya maupun sifat-sifat fisikanya (misalnya masa jenis, struktur kristal, indeks refraksi, dan lain sebagainya). Contoh keadaan fase yang kita kenal adalah padatan, cair, dan gas. Keadaan fase yang lain yang misalnya plasma, kondensasi Bose-Einstein, dan kondensasi Fermion. Keadaan fase dari material magnetik adalah paramagnetik, feromagnetik dan diamagnetik.
Reaksi kimia


Reaksi kimia antara hidrogen klorida dan amonia membentuk senyawa baru amonium klorida

Reaksi kimia
Reaksi kimia adalah transformasi/perubahan dalam struktur molekul. Reaksi ini bisa menghasilkan penggabungan molekul membentuk molekul yang lebih besar, pembelahan molekul menjadi dua atau lebih molekul yang lebih kecil, atau penataulangan atom-atom dalam molekul. Reaksi kimia selalu melibatkan terbentuk atau terputusnya ikatan kimia.

Kimia kuantum
Kimia kuantum secara matematis menjelaskan kelakuan dasar materi pada tingkat molekul. Secara prinsip, dimungkinkan untuk menjelaskan semua sistem kimia dengan menggunakan teori ini. Dalam praktiknya, hanya sistem kimia paling sederhana yang dapat secara realistis diinvestigasi dengan mekanika kuantum murni dan harus dilakukan hampiran untuk sebagian besar tujuan praktis (misalnya, Hartree-Fock, pasca-Hartree-Fock, atau teori fungsi kerapatan, lihat kimia komputasi untuk detilnya). Karenanya, pemahaman mendalam mekanika kuantum tidak diperlukan bagi sebagian besar bidang kimia karena implikasi penting dari teori (terutama hampiran orbital) dapat dipahami dan diterapkan dengan lebih sederhana.
Dalam mekanika kuantum (beberapa penerapan dalam kimia komputasi dan kimia kuantum), Hamiltonan, atau keadaan fisik, dari partikel dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dua operator, satu berhubungan dengan energi kinetik dan satunya dengan energi potensial. Hamiltonan dalam persamaan gelombang Schrödinger yang digunakan dalam kimia kuantum tidak memiliki terminologi bagi putaran elektron.
Penyelesaian persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen memberikan bentuk persamaan gelombang untuk orbital atom, dan energi relatif dari orbital 1s, 2s, 2p, dan 3p. Hampiran orbital dapat digunakan untuk memahami atom lainnya seperti helium, litium, dan karbon.

Hukum kimia
Hukum-hukum kimia sebenarnya merupakan hukum fisika yang diterapkan dalam sistem kimia. Konsep yang paling mendasar dalam kimia adalah Hukum kekekalan massa yang menyatakan bahwa tidak ada perubahan jumlah zat yang terukur pada saat reaksi kimia biasa. Fisika modern menunjukkan bahwa sebenarnya energilah yang kekal, dan bahwa energi dan massa saling berkaitan. Kekekalan energi ini mengarahkan kepada pentingnya konsep kesetimbangan, termodinamika, dan kinetika.

Industri Kimia
Industri kimia adalah salah satu aktivitas ekonomi yang penting. Top 50 produser kimia dunia pada tahun 2004 mempunyai penjualan sebesar USD $587 milyar dengan profit margin sebesar 8.1% dan penegluaran rekayasa (research and development) sebesar 2.1% dari total penjualan kimia.



Referensi
1. ^ Chemistry - The Central Science. The Chemistry Hall of Fame. York University. Diakses pada 12 September 2006
2. ^ (18 Juli, 2005)"Top 50 Chemical Producers". Chemical & Engineering News 83 (29): 20–23.
3. ^ (July 18, 2005)"Top 50 Chemical Producers". Chemical & Engineering News 83 (29): 20–23.

ANATOMI OTOT

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Dalam tubuh manusia terdapat jaringan otot yang sangat penting untuk gerak semua anggota tubuh manusia.Tanpa adanya otot semua anggota tubuh manusia tidak dapat bergerak seperti biasanya.Pengertian jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk struktur dan fungsi yang sama.Arti jaringan otot sendiri adalah sekumpulan sel-sel otot.Oleh karena itu otot sangat berperan dalam tubuh manusia.

1.2 TUJUAN
Dari uraian tersebut kami dari kelempok I mengangkat permasalahan mengenai otot dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui lebih jelas tentang otot
2. Untuk menambah pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya mengenai pembahasan otot

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Pembaca
Menambah wawasan dan mengetahui lebih banyak tentang otot
1.3.2 Bagi Institusi
Menambah referensi kepustakaan



BAB II
OTOT

Arti definisi / pengertian Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk, struktur dan fungsi yang sama. Jadi jaringan otot adalah sekumpulan sel-sel otot.
A. Bagian-bagian otot:
1. Sarkolema
Sarkolema adalah membran yang melapisi suatu sel otot yang fungsinya sebagai pelindung otot
2. Sarkoplasma
Sarkoplasma adalah cairan sel otot yang fungsinya untuk tempat dimana miofibril dan miofilamen berada
3. Miofibril
Miofibril merupakan serat-serat pada otot.
4. Miofilamen
Miofilamen adalah benang-benang/filamen halus yang berasal dari miofibril.Miofibril terbagi atas 2 macam, yakni :
a. miofilamen homogen (terdapat pada otot polos)
b. miofilamen heterogen (terdapat pada otot jantung/otot cardiak dan pada otot rangka/otot lurik).
Di dalam miofilamen terdapat protein kontaraktil yang disebut aktomiosin (aktin dan miosin), tropopin dan tropomiosin. Ketika otot kita berkontraksi (memendek)maka protein aktin yang sedang bekerja dan jika otot kita melakukan relaksasi (memanjang) maka miosin yang sedang bekerja.

B. Jaringan otot terdiri dari:
1. Otot Polos (otot volunter)
Otot polos adalah salah satu otot yang mempunyai bentuk yang polos dan bergelondong. Cara kerjanya tidak disadari (tidak sesuai kehendak) / invontary, memiliki satu nukleus yang terletak di tengah sel. Otot ini biasanya terdapat pada saluran pencernaan seperti:lambung dan usus.
2. Otot Lurik (otot rangka)
Otot rangka merupakan jenis otot yang melekat pada seluruh rangka, cara kerjanya disadari (sesuai kehendak), bentuknya memanjang dengan banyak lurik-lurik, memiliki nukleus banyak yang terletak di tepi sel. Contoh otot pada lengan
3. Otot Jantung (otot cardiak)
Otot jantung hanya terdapat pada jantung. Otot ini merupakan otot paling istimewa karena memiliki bentuk yang hampir sama dengan otot lurik, yakni mempunyai lurik-lurik tapi bedanya dengan otot lurik yaitu bahwa otot lirik memiliki satu atau dua nukleus tags: aktin, Fisiologi, Kontraksi, miosin, Otot, otot rangka

Gastrocnemius
Otot rangka adalah masa otot yang bertaut pada tulang yang berperan dalam menggerakkan tulang-tulang tubuh. Otot rangka dapat kita kaji lebih dalam misalnya dengan mempelajari otot gastroknemus pada katak. Otot gastroknemus katak banyak digunakan dalam percobaan fisiologi hewan. Otot ini lebar dan terletak di atas fibiofibula, serta disisipi oleh tendon tumit yang tampak jelas (tendon Achillus) pada permukaan kaki.
Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam keadaan yang relatif dari filamenfilamen aktin dan myosin. Selama kontraksi otot, filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang bergerak ke Pita A, meskipun filamen tersebut tidak bertambah banyak.Namun, gerakan pergeseran itu mengakibatkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan sebagian atau seluruhnya garis H. Selain itu filamen myosin letaknya menjadi sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-pita A serta lebar sarkomer menjadi berkurang sehingga kontraksi terjadi. Kontraksi berlangsung pada interaksi antara aktin miosin untuk membentuk komplek aktin-miosin.

C. Mekanisme Kontraksi Otot
Kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Treppe atau staircase effect, yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan berseling beberapa detik. Pengaruh ini disebabkan karena konsentrasi ion Ca2+ di dalam serabut otot yang meningkatkan aktivitas miofibril.
2. Summasi, berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan kekuatan berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan (summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang).
3. Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.
4. Tetani adalah peningkatan frekuensi stimulasi dengan cepat sehingga tidak ada peningkatan tegangan kontraksi.
5. Rigor terjadi bila sebagian terbesar ATP dalam otot telah dihabiskan, sehingga kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke RS melalui mekanisme pemompaan.
Metode pergeseran filamen dijelaskan melalui mekanisme kontraksi pencampuran aktin dan miosin membentuk kompleks akto-miosin yang dipengaruhi oleh ATP. Miosin merupakan produk, dan proses tersebut mempunyai ikatan dengan ATP.
Selanjutnya ATP yang terikat dengan miosin terhidrolisis membentuk kompleks miosin ADP-Pi dan akan berikatan dengan aktin. Selanjutnya tahap relaksasi konformasional kompleks aktin, miosin, ADP-pi secara bertahap melepaskan ikatan dengan Pi dan ADP, proses terkait dan terlepasnya aktin menghasilkan gaya fektorial.
Dan otot jantung adalah satu-satunya otot yang memiliki percabangan yang disebut duskus interkalaris. Otot ini juga memiliki kesamaan dengan otot polos dalam hal cara kerjanya yakni involuntary (tidak disadari).
Mengangkat beban dan menghancurkan otot: proses concentric dan eccentric atau pemanjangan dan pemendekan otot saat anda berlatih akan menyebabkan kerusakan pada jaringan otot. Filamen protein yang disebut actin dan myosin (ditemukan di dalam serat atau sel otot) yg membuat otot anda berkontraksi mengalami microtrauma. Ini adalah kerusakan mikroskopis pada serat otot yang menyebabkan anda merasa pegal dan ngilu setelah berlatih intens sampai beberapa hari kemudian. Namun jangan kuatir kenyataannya tidak seburuk itu.
Saat istirahat otot membangun dirinya kembali : Sebagai tanggapan atas kerusakan akibat proses latihan tadi, serat otot anda bereaksi untuk membangun kembali dirinya. Tapi daripada langsung dengan mudah membangun dirinya kembali, serat-serat otot kemudian memproduksi lebih banyak actin dan myosin, dan sebagai hasilnya, menjadi lebih besar. Ini disebut Hypertrophy . Jadi secara ringkas, ini sebabnya mengapa angkat beban menyebabkan pembesaran otot.
Tanpa istirahat cukup otot tidak akan dibangun lagi : Menyebabkan kerusakan otot minor adalah satu hal; angkat beban berlebihan dan tidak memberikan tubuh istirahat cukup adalah lain hal. Serat-serat otot mulai mereparasi dirinya saat itu juga saat ia mengalami kerusakan, dan dapat berlangsung beberapa hari. Jika anda merusak otot itu tanpa memberi cukup waktu istirahat,mereka tak akan punya cukup waktu untuk membangun diri lagi. Jika ini tak terjadi , demikian pula Hypertrophy . Oleh karena itu tidak bijaksana melatih satu bagian otot dua hari berturut-turut.
Nutrisi yang benar memungkinkan proses rekuperasi : Anda tahu bagaimana istirahat membantu pemulihan otot, lalu bagaimana dengan nutrisi? Setiap proses ditubuh anda ,termasuk pembangunan sel otot, membutuhkan enerfi (ATP)/ Energi sama dengan kalori, jadi agar tubuh dapat menyuplai otot dengan ATP yang dibutuhkan untuk tumbuh, makanan adalah HARUS. Kemudian kita tinjau PROTEIN. Ingat filamen protein Actin dan Myosin ? Membuat lebih banyak keduanya butuh banyak asam amino (karena dari itulah mereka dibuat), yang tentunya didapat dari PROTEIN yang anda konsumsi. Jadi makan lebih banyak protein, paling tidak 0,8-1gr per pon berat badan tiap harinya.


MACAM-MACAM GANGGUAN PADA OTOT
Pada manusia terdapat beberapa masalah atau gangguan kesehatan pada otot yang terdapat pada tubuh yaitu :

1. Kelelahan Otot
Kelelahan otot adalah suatu keadaan di mana otot tidak mampu lagi melakukan kontraksi sehingga mengakibatkan terjadinya kram otot atau kejang-kejang otot.
2. Astrofi Otot
Astrofi otot adalah penurunan fungsi otot akibat dari otot yang menjadi kecil dan kehilangan fungsi kontraksi. Biasanya disebabkan oleh penyakit poliomielitis.
3. Distrofi Otot
Distrofi otot adalah suatu kelainan otot yang biasanya terjadi pada anak-anak karena adanya penyakit kronis atau cacat bawaan sejak lahir.
4. Kaku Leher / Leher Kaku / Stiff
Kaku leher adalah suatu kelainan yang terjadi karena otot yang radang / peradangan otot trapesius leher karena salah gerakan atau adanya hentakan pada leher serta menyebabkan rasa nyeri dan kaku pada leher seseorang.
5. Hipotrofit Otot
Hipotrofit otot adalah suatu jenis kelainan pada otot yang menyebabkan otot menjadi lebih besar dan tampak kuat disebabkan karena aktivitas otot yang berlebihan yang umumnya karena kerja dan olahraga berlebih.
6. Hernis Abdominal
Hernis abdominal adalah kelainan pada dinding otot perut yang mengakibatkan penyakit hernia atau turun berok, yaitu penurunan usus yang masuk ke dalam rongga perut.









BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa otot sangat penting bagi kehidupan manusia.Karena tanpa adanya otot manusia tidak akan dapat menggerakkan semua anggota tubuhnya.Karena jaringan otot merupakan sekumpulan sel-sel otot.

2. SARAN
Mempelajari otot sangat penting dalam bidang kesehatan.Olah karena itu pembahasan tentang otot perlu dipelajari dengan sebaik-baiknya.Dalam pembahasan ini kita dapat mengetahui tentang Definisi Otot,Jenis-jenis Otot, Macam-macam Otot,dan Gangguan Otot.

LUNG CANCER

MAKALAH B.INGGRIS
Disease Lung Cancer
Disusun untuk memenuhi tugas Bahasa Inggris
Pembimbing:
Mr FANANI
















Oleh:
Kelompok I:
Abdul khahar
Ahmad fahri
Windy puspita
Siti saidah
Priyo dwisusilo


PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG
2010


Infectious
Lung Cancer


CHAPTER I
INTRODUCTION
A. Background Problem
Approximately 90 percent of patients with lung cancer associated with smoking men. Expert explains, smoking has been proven as one of the main causes of lung cancer, clinical data indicated that about 90 percent of people with lung cancer 79 percent of men and women patients with similar diseases, all associated with smoking.
Experts said that during recent years, the number of patients with lung cancer increases a woman many, among them a number of female patients did not smoke, but from the last tracking the culprit is found that passive smoking and inhaling smoke too much oil in the kitchen. Experts warn, actively advocated not smoking can help people stay away from the threat of cancer killer topnotch.
A survey of 10 cities in China, the public is very aware of relationship between smoking and lung cancer. Approximately 90 percent of respondents think, smoking is one of the main reasons that cause major diseases of lung cancer, while about 50 percent of respondents said that, among smokers there is a lifetime 10-15 percent of people afflicted by lung cancer.
Selection of treatment method depends on large and small tumors, type, and the stage. Surgery, radiotherapy and chemotherapy, all these can be used for the treatment of lung cancer.
B. Problem formulation
Based on the above background, the problem can be formulated as follows:
a. How does the process of transmission of lung cancer?
b. How is the treatment?
C. Goal
In accordance with the above problems, the goal is achieved in this study are:
a. Describe the process of invasion of lung cancer in humans.
b. Describe how the treatment of lung cancer.
D. Benefit Research
This study has the following benefits.
a. For patients with lung cancer, this study can be used as an alternative to prevention of lung cancer.
b. For the development of medical technology, this research can be used as a basis for creating the drug eradication of lung cancer in an effective and side effect is not due to use of traditional medicines.
c. For extension workers, this study can be used as an ingredient in providing counseling to teenagers who like to smoke.
d. For researchers, this study can be used to study of the preliminary study to conduct the study continued.

CHAPTER II
BASIS THEORY
A. Pengerian Lung Cancer
Lung cancer is a dangerous tumor that grows in the lungs. Most lung cancers derived from cells in the lungs, but lung cancer can also come from cancer in other parts of the body that spreads to the lungs.
Lung cancer is the cancer most frequently occurs, both men and women. Lung cancer is the leading cause of cancer deaths.
More than 90% of lung cancer starts from bronchi (large airways into the lungs), cancer is called carcinoma bronkogenik, which consists of the following: squamous cell carcinoma, small cell carcinoma or wheat cell carcinoma, large cell carcinoma, and adenocarcinoma.
Malignancy in the hollow piston includes lung cancer, mediastinal tumors, metastatic tumors in the lung and malignant mesotelioma (kegasanan in the pleura). Most cases of thoracic cavity malignancy is lung cancer. Worldwide, lung cancer is the most important cause of mortality among deaths from malignant disease. Men are the group most cases though, the incidence in women tends to increase, it is related to lifestyle (smoking)

Lung cancer in a broad sense is all malignancies in the lung diseases, including malignancies originating from the lung itself (primary) and metastatic tumors in the lung. Metastatic tumor in the lung is a tumor that grows as a result of the spread (metastasis) of primary tumors of other organs. Definitions for primary lung cancer that is malignant tumor derived from bronchial epithelium. Although rarely found in primary lung cancer can not derived from bronchial epithelial tumors such as bronchial gland. Benign lung tumors that often is a hamartoma.
B Risk factors
• Male
• More than 40 years of age
• Smoker
• Live / work environment containing substances and pollution karasinogen
• Industry Exposure / Environment specific work
• Female nonsmokers
• History never get cancer, others / immediate family members who suffer from lung cancer
• Uberkulosis lungs (scar cancer), the figure is very small kejadiaannya
People who are included in the group or be exposed to the risk factors above and have the signs and symptoms of respiratory cough, shortness of breath, chest pain called high risk groups (GRT) then it should immediately be referred to a lung specialist.

IMPORTANT .!!!!!!
Particular attention should be given to patients who fall into risk groups with a diagnosis of pulmonary TB (pulmonary tuberculosis) and received anti-tuberculosis drug treatment (OAT). They must be evaluated rigorously. If the 1-month evaluation showed deterioration should first think about the direction the possibility of lung cancer and referred to a lung specialist. Especially that accompanied the complaint of persistent pain in the shoulder / arm / chest with "infiltrates" at the top of the lung, if the pain does not disappear within 1 - 2 weeks of treatment of lung cancer is very well directed immediately evaluated.

Signs and Symptoms
The main complaints:
• Cough with or without sputum (phlegm white, can also be purulent) more than 3 weeks
• Coughing blood
• Shortness of breath
• Hoarseness
• Persistent chest pain
• Difficult / pain swallowing
• Lump at the base of the neck
• Swollen face and neck, sometimes accompanied by swollen arm with great pain.







CHAPTER III
RESEARCH METHOD
A. Cancer Survey
A survey of 10 cities of China showed a general lack of attention to the early diagnosis of lung cancer. Although there are 71 per cent of respondents aware of a prolonged cough is a common symptom of lung cancer, when there was coughing constantly could not explain why, about 35 percent of respondents said no notice at all of these symptoms.
Experts warn, cough, shortness of breath, chest pain, decreased appetite and coughing up blood is a symptom of lung cancer. Lung cancer symptoms are not specific characteristics, but will lead to new vigilance after these symptoms had a protracted hold. Thus, the early symptoms of lung cancer patients in general ignored, so that once diagnosed with lung cancer was already at the middle and late stages, plus cell lung cancer is easy to attack the other organs and relapse, so that the survival rates overall lung cancer patients is not high. Level during the 5-year survival of lung cancer in the United States only about 15 percent, but the average level of similar patients in developing countries is only about 10 percent.

CHAPTER IV
RESEARCH RESULTS
A. The discovery of Lung Cancer
Early introduction of this disease is difficult if only based on complaints only. Usually a mild complaint occurred in those who are still in early stages ie stage I and II. Data in Indonesia and reports developed countries most cases of lung cancer when the disease has been diagnosed in advanced stage (stage III and IV).
Checks that can be done for the early recognition of this, besides the clinical examination is the examination of the chest radiograph and / or sputum cytologic examination. The picture of the chest radiograph can be found in the tumor with an uneven edge and even withdrawal of the pleura and chest wall bone destruction. Not infrequently found in description effusion so massive pleural tumors are not visible. Sputum cytology will give positive results if there are tumors or intrabronkus central section. Progress in technology has been proven autoflouresensi endoscopy can detect precancerous lesions or cancerous lesions are located centrally. Changes found in bronchial mucosa at an early stage malignant lesions difficult to see with a conventional bronchoscope. It can be overcome with a bronchoscope autoflouresensi because it can detect carcinoma in situ lesions that may look normal with normal bronchoscope.
B. Diagnosis of Lung Cancer
Diagnostic procedures for lung cancer performed until a definite diagnosis is obtained (histologic type) and can be determined until the stage of disease can be thought modaliti appropriate therapy. Also to be considered public keadan patients (performance status) and financial capabilities.
Diagnostic procedure for cancer cells can be made from the simplest way to invasive action depended on condition of the patient. Options that include fine needle biopsy if there is a superficial mass, pleural puncture and biopsy if there is pleural effusion, bronchoscopy followed by rinsing, sweep, curettage, biopsy of the mass intrabronkus, etc. in an effort to get this type of histology.
Diagnostic procedures to determine the stage of disease, among others, the chest radiograph, thoracic CT scan and bronchoscopy until the suprarenal gland. The CT-scan (MRI) head and bone scan done if there were complaints (of indication) or patients who will be dissected.
Tumor markers are not performed to diagnose lung cancer, but only useful for evalausi outcomes.
In certain circumstances a diagnosis can not be upheld in spite of various diagnostic procedures, the exploration can be done Thoracotomy.
C. Histological Type of Lung Cancer
Types of Lung Cancer Cells are divided into two groups:
• small cell lung cancer (SCLC) Lung cancer types-small cell carcinoma (KPKSK) or small cell lung cancer (SCLC)
• non-small cell lung cancer (NSCLC), mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (large cell ca) and karsinoma adenoskuamosa. Lung cancer types of non-small cell carcinoma (KPKBSK) or non-small cell lung cancer (NSCLC), including adenocarcinoma, squamous cell carcinoma, large cell carcinoma (large cell ca) and carcinoma adenoskuamosa. Although sometimes found in other species with a frequency that is very rare carcinoid etc. eg.
D. Lung Cancer Staging
Staging (penderajatan) for lung cancer based on tumor (T) and its spread to the lymph nodes (N) and other organs (M).

E. Stage of lung cancer, small cell carcinoma type (KPKSK)
consists of:
• Stage is limited (limited) if it only involves one side of lung (hemitoraks)
• Stage area (extensived) if it has been expanded from one hemitoraks or spread to other organs.